Wednesday 6 August 2014

Seperti Apa Kegiatan Belanja Fashion Zaman Dahulu?

Hari ini orang-orang di seluruh dunia memperoleh pakaian dari berbagai global yang sangat luas. Kita bisa berbelanja dari Internet, mail order, saluran TV, dan outlet mall terdekat.

Dahulu, berbelanja adalah kegiatan yang sulit. Sampai awal abad kesembilan belas ketika metode produksi massal mulai dikembangkan. Tetapi, metode ini tetap tidak bisa bersaing dengan tailor high class. Beberapa barang hasil produksi yang dapat diterima oleh orang kaya ialah smantel, jubah, dan syal.

Pembuatan Pakaian

Sampai tahun 1850-an semua pakaian seluruhnya dijahit dengan tangan (handmade). Di Inggris pakaian sebagian dibuat setengah jadi oleh perusahaan London dan dijual kepada penjahit-penjahit di negara lain. Gaya dasar sebagian dikerjakan di Inggris, sisanya diselesaikan oleh penjahit atau pelanggan di negara masing-masing karena alasan kecocokan. Di zaman Victoria tahun 1960an mulailah konsep pakaian 'siap pakai' untuk individu berkembang.


Meskipun menjahit bisa mengeluarkan keringat, kegiatan itu tetap dianggap sebagai seni lembut dan keterampilan bagi perempuan. Masyarakat umum seringkali cukup berpengalaman dalam seluruh proses pembuatan pakaian.

Abad 19 pertengahan, pemasaran massal mesin jahit domestik Singer berhasil memperkenalkan konsep sewa beli. Kemudian kemudian ada pengenalan pola kertas oleh perusahaan Butterick dan juga McCall, membantu membuat industri penjahitan lebih sukses.

Pengembangan Department Store 

Barang jadi yang mudah dibuat, seiring dengan akses perjalanan yang lebih mudah untuk semua kelas, akhirnya mengarah pada pengembangan department store.  Pada era Victoria pertengahan di Inggris ada departemen store seperti Jolly of Bath, Bainbridge dari Newcastle, Kendal Milne dari Manchester dan Whiteley di Inggris.

Di Perancis department store yang sangat besar dibuka pada pertengahan abad. Awalnya, beberapa toko berdagang dibawah satu atap. Tetapi konsep ini kian mengalami kegagalan, lahirlah departemen store yang dimiliki oleh satu orang. Mereka membuat fashion jenis kelas menengah dengan konsep ready-to-wear.

Charles Worth - Fashion Designer 

Charles Worth merupakan seorang desainer yang sangat sukses di Paris. Dia adalah perancang busana pertama yang membuat sistem couture (baca juga: Apa itu Haute couture?) yang kita kenal hingga hari ini. Dia mempunyai ide untuk membuat koleksi pakaian terlebih dahulu kemudian menunjukkan kepada kliennya. Dengan ide tsb, ia mendapatkan kesuksesan komersial. Pada 1870, ia mempekerjakan lebih dari 1000 karyawan sebagai penjahit. Ia juga menciptakan desain 'lengan lonceng' di zaman Victoria. Dia adalah desainer pertama yang memperkenalkan fashion show dua musiman dan ia memulai sebuah tren yang kita lihat sekarang.

Sebagai aristokrat di bidang mode, ia memiliki klien terkemuka seperti aktris terkenal. Hal ini menjadi 'iklan terselubung' dan menarik pelanggan-pelanggan high class. Bintang-bintang yang mengenakan pakaian rancangannya pada upacara Oscar, berperilaku dengan cara yang identik. Cara promosi diri dengan kedok mempromosikan hal lain selalu populer sepanjang zaman.

Selfridges, Department Store di London Didirikan pada tahun 1909 


Investor asal Amerika, Gordon Selfridge, berinvestasi dalam membangun sebuah toko besar di Oxford Street, London pada 1909. Staf dipekerjakan berbulan-bulan sebelum toko dibuka. Mereka dilatih cara menjual ala Selfridge.

Pembeli berbondong-bondong ke toko ketika mereka mendengar tentang kemudahan berbelanja di toko tersebut. Akhirnya mereka secara terbuka dapat memperoleh barang-barang seperti make up dan parfum dengan mudah. Department store menjual segala macam barang termasuk barang yang sulit ditemukan. Dengan alunan musik, pembeli berkeliling toko untuk memilih barang yang mereka perlukan. Hal ini memberikan pengalaman baru, belanja juga dimaksudkan untuk menjadi sebuah rekreasi.

Pada tahun 1997, Selfridges mengalami perubahan meskipun tetap mengusung konsep "browsing".

Debenham dan Freebody juga membangun kembali department store mereka di Oxford Street pada tahun 1908 di dekat Regent Street, Liberty. Selama abad ke-20, West End London menjadi salah satu daerah tersibuk untuk berbelanja di dunia.

Pra- Departement Store

Pada zaman Victoria, rata-rata masyarakat masih menganggap belanja pakaian adalah sesuatu yang mahal. Outerwear siap pakai dijual secara terbatas. Sebaliknya pelanggan membeli kain, aksesoris, pelapis dan benang yang akan dibuat oleh penjahit. Seringkali pakaian dibuat di rumah. Pekerjaan tangan yang intensif membuat barang tekstil menjadi begitu mahal.

Dahulu, bagi masyarakat umum, belanja kain adalah kegiatan yang lumrah dilakukan . Dengan gagasan bahwa pakaian akan awet jika dibuat sendiri. Kemudian, pakaian akan diwariskan ke anak-anak. Kadang-kadang wanita memakai pakaian atau korset yang dirombak. Mereka memotong kerah kemeja, dan merombaknya menjadi dress malam.


Daftar Lokasi Pembuatan Pakaian Jadi

Felt Hats
Manchester, Stockport
Gloves
Dent Allcroft of Worcester
Hosiery
Morley of Nottingham
Mackintoshes
Macintosh of Manchester
Shoes
Street in Somerset
Fine Silk Goods
Nottingham
Machine Lace
Nottingham
Woollens, Jackets, Shawls, Mittens
Leicester

Perdagangan Di  East End of London

Pakaian jadi banyak dibuat di East End of London dan di Liverpool. Tahun 1840, banyak imigran miskin yang dipekerjakan sebagai penjahit. Dengan upah yang rendah mereka mampu menghasilkan celana panjang, jas dan jaket.

Banyak pekerja yang bekerja di rumah. pria dan wanita bekerja sampai 14 jam sehari, dan bahkan hingga 18 jam di musim sibuk. Rumah adalah bengkel, kamar tidur, ruang tamu dan sekaligus dapur.

Awalnya, mereka yang mampu membeli high-end tailor memandang rendah orang-orang yang membeli barang-barang siap pakai. Alasannya karena pakaian tidak cocok dan tampak seperti milik orang lain. Meski begitu metode penyusunan pola dan pengaturan ukuran standar mmulai membaik dan toko-toko mulai diterima dengan baik oleh orang kebanyakan.

Second-Hand Clothing Untuk Pasar Masyarakat Menengah Kebawah

Hari ini, kita melihat second-hand clothing sebagai sesuatu yang biasa atau bahkan menarik. Kita bisa menemukan banyak barang-barang yang masih layak untuk kita beli. Barang second-hand cukup memuaskan kebutuhan berbelanja kita baik dari segi desain, brand dan urusan ekonomi.

Lain halnya zaman dahulu, second hand clothing adalah hal yang sangat penting bagi masyarakat miskin. Mereka hanya bisa berbelanja item bekas dengan kondisi urang layak karena harga pakaian baru sangat tinggi. Maka dari itu banyak pasar yang khusus menjual pakaian bekas meskipun tidak layak. Di abad 18 dan 19 pasar pakaian bekas ada di setiap kota besar di Inggris.

Di London Petticoat Lane dan Rosemary Lane, terkenal dengan mantel rok dan mantel besar bekasnya. Pasar diadakan di lapangan di Manchester, Northern England. Lapangan Manchester sebelah kiri diperuntukan untuk reseller yang menjual pakaian bekas. Di pasar Houndsditch tepat untuk pakaian yang sangat tua dan terkadang tidak layak.

Fakta ini menjadi alasan mengapa pakaian kelas pekerja begitu sedikit terabadikan di museum hari ini. Apa yang kita sering lihat di musium biasanya pakaian orang yang kaya.

Sepatu Boot Sebagai Indikasi Upah

Dalam buku Human Documents Of The Age Of The Forsytes, E. R. Pike bercerita. Para wanita kelas pekerja harus antri untuk membeli sepatu. Inspektur pabrik akan tahu apakah seseorang pekerja dibayar dengan upah yang cukup dengan cara melihat keadaan sepatu botnya. Boots yang dipoles dan dalam kondisi baik adalah indikasi dari upah yang adil, sementara sepatu usang yang compang-camping adalah bukti dari pekerja. Seorang pengamat di pasar second-hand menulis ....

"Sepatu bot adalah pemandangan yang luar biasa. Butuh waktu untuk membeli sepatu; Anda harus mencobanya; dan pelanggan yang lain harus menunggu giliran, duduk di dalam baris sampai dilayani.

1 comment:

  1. Anda berprofesi sebagai seorang pedagang atau malah anda memiliki toko pakaian ? ingin Meningkatkan pendapatan / omset usaha Anda?
    kami punya solusi nya. silahkan klik disini atau silahkan kunjungi situs kami klik disini

    ReplyDelete